Sejarah Terbentuknya Agama Kristen Protestan



A.     Sejarah Terbentuknya Agama Kristen Protestan
1.      Reformasi Protestan
Adalah gerakan reformasi umat Kristiani Eropa yg menjadikan Protestantisme sebuah cabang tersendiri dalam Agama Kristen di masa itu. Gerakan ini bermula pada 1517 tatkala Martin Luther mempublikasikan Sembilan Puluh Lima Tesis, dan berakhir pada 1648 dengan Perjanjian Westphalia yg meredakan Perang agama di Eropa.

2.      Martin Luther
Martin Luther lahir di Eisleben, Kekaisaran Romawi Suci, 10 November 1483,   dan meninggal di Eisleben, Kekaisaran Romawi Suci, 18 Februari 1546 pada umur 62 tahun  adalah seorang pastur Jerman dan ahli teologi Kristen dan pendiri Gereja Lutheran, gereja Protestan, pecahan dari Katolik Roma. Ia merupakan tokoh terkemuka Reformasi. Ajarannya tidak hanya mengilhami gerakan Reformasi, namun juga memengaruhi doktrin, dan budaya Lutheran serta tradisi Protestan. Seruan Luther kepada Gereja agar kembali kepada ajaran Alkitab telah melahirkan tradisi baru dalam agama Kristen. Gerakan pembaruannya mengakibatkan perubahan radikal juga di lingkungan Gereja Katolik Roma dalam bentuk Reformasi Katolik. Sumbangan Luther terhadap peradaban Barat jauh melampaui kehidupan Gereja Kristen. Terjemahan Alkitabnya telah ikut mengembangkan versi standar bahasa Jerman dan menambahkan sejumlah prinsip dalam seni penerjemahan. Nyanyian rohani yg diciptakan mengilhami perkembangan nyanyian jemaat dalam Gereja Kristen. Pernikahannya pada 13 Juni 1525 dengan Katharina von Bora menimbulkan gerakan pernikahan pendeta di kalangan banyak tradisi Kristen.

B.      SITUASI KEAGAMAAN DI EROPA
Reformasi Protestan lahir sebagai upaya untuk mereformasi Gereja Katolik, diprakarsai oleh umat Katolik Eropa Barat yg menentang hal-hal yg menurut anggapan mereka adalah doktrin palsu dan malapraktek gerejawi, khususnya ajaran dan penjualan indulgensi, serta simoni, jual - beli jabatan rohaniwan, yg menurut para reformator merupakan bukti kerusakan sistemik hirarki Gereja, termasuk Sri Paus.
Para pendahulu Martin Luther mencakup John Wycliffe dan Jan Hus, yg mencoba mereformasi Gereja Katolik. Reformasi Protestan berawal pada 31 Oktober 1517, di Wittenberg, Saxonia, tatkala Martin Luther memakukan Sembilan Puluh Lima Tesis mengenai Kuasa dan Efikasi Indulgensi pada daun pintu Gereja Semua Orang Kudus                        ( yg berfungsi sebagai papan-pengumuman universitas di masa itu), tesis tersebut memperdebatkan dan mengkritisi Gereja dan Sri Paus, tetapi berkonsentrasi pada penjualan indulgensi dan kebijakan doktrinal mengenai Purgatorium, Pengadilan Partikular, Mariologi (devosi pada Maria, ibunda Yesus), perantaraan-doa dan devosi pada Orang-Orang Kudus, sebagian besar sakramen, keharusan selibat bagi rohaniwan, termasuk monastisisme, dan otoritas Sri Paus. Reformator-reformator lain, seperti Ulrich Zwingli, segera mengikuti teladan Martin Luther.
Tetapi selanjutnya para reformator berselisih paham dan memecah-belah pergerakan mereka menurut perbedaan doctrinal, pertama antara Luther dan Zwingli, kemudian antara Luther dan John Calvin, akibatnya terbentuklah denominasi Protestan yg berbeda dan saling bersaing, seperti Lutheran, Reformed, Puritan, dan Presbiterian. Sebab, proses, dan akibat reformasi agama berbeda-beda di tempat-tempat lain; Anglikanisme muncul di Inggris dengan Reformasi Inggris, dan banyak denominasi Protestan yg muncul dari denominasi Jerman. Para reformator turut mempercepat laju Kontra Reformasi dari Gereja Katolik. Reformasi Protestan disebut pula Reformasi Jerman atau Revolusi Protestan.


C.      PERGUMULAN LUTHER UNTUK MENDAPATKAN KEDAMAIAN BERSAMA ALLAH
Biarawan muda Martin Luther sepenuhnya mengabdikan dirinya pada kehidupan biara, berusaha melakukan segala perbuatan baik untuk menyenangkan Allah dan melayani orang lain melalui doa untuk jiwa mereka. Ia mengabdikan diri dengan puasa, menyiksa diri, berdoa selama berjam-jam, melakukan ziarah, dan terus-menerus melakukan pengakuan dosa. Semakin ia berusaha untuk Allah tampaknya ia semakin sadar akan keberadaannya yg penuh dengan dosa. Johann von Staupitz, atasan Luther, menyimpulkan bahwa orang muda ini membutuhkan lebih banyak pekerjaan untuk mengalihkannya dari rasa kuatir yg berlebihan. Ia memerintahkan biarawan untuk mengembangkan kariernya sebagai akademisi. Pada 1507 Luther ditahbiskan menjadi imam. Pada 1508 ia mulai mengajar teologi di Universitas Wittenberg. Luther mendapatkan gelar sarjana dalam Studi Alkitab pada 9 Maret 1508, dan gelar sarjana dalam Sentences karya Petrus Lombardus ( buku ajar teologi yg terutama pada Zaman Pertengahan), pada 1509. Pada 9 Oktober 1512, Martin Luther menerima gelar Doktor Teologinya dan pada 21 Oktober 1521, ia " diterima menjadi anggota senat dosen teologi" dan diangkat menjadi Doktor dalam Kitab Suci.

D.     TEOLOGI LUTHER TENTANG ANUGERAH
Disiplin yg sangat ketat untuk mendapatkan gelar akademik dan mempersiapkan kuliah, mendorong Martin Luther untuk mempelajari Kitab Suci secara mendalam. Karena terpengaruh oleh seruan Humanisme ad fonts ( " kembali ke sumbernya " ), Luther menenggelamkan dirinya dalam mempelajari Alkitab dan Gereja perdana. Dengan istilah seperti penyesalan dan pembenaran mendapatkan makna baru bagi Luther. Ia yakin bahwa Gereja telah keliru dalam beberapa kebenaran sentral dari Kekristenan yg diajarkan dalam Kitab Suci , yg terpenting di antaranya adalah doktrin tentang pembenaran oleh iman semata. Luther mulai mengajarkan bahwa keselamatan sepenuhnya adalah pemberian dari anugerah Allah melalui Kristus yg diterima oleh iman. Belakangan, Luther mendefinisikan dan memperkenalkan kembali prinsip tentang pembedaan yg semestinya antara Hukum Taurat dan Injil yg mendasari teologinya tentang anugerah. Secara keseluruhan, Luther percaya bahwa prinsip penafsiran ini merupakan titik awal yg penting dalam mempelajari Kitab Suci. Luther melihat kegagalan untuk membedakan Hukum Taurat dan Injil yg semestinya sebagai sumber penghalam Injil Yesus di Gereja pada masanya, yg pada gilirannya menyebabkan munculnya berbagai kesalahan teologis yg dasariah

E.      SEJARAH DAN AWAL
Akar dan pendahulu abad ke-14 dan abad ke-15
-          Gerakan Anti-hirarki: Katharisme, Waldensianisme, dan lainnya
-          Kepausan Avignon ( " Pembuangan Gereja di Babel " ), Avignon, Skisma Besar
-          Jan Hus, John Wycliffe, William Tyndale
-          Renaisans Utara

Kemelut di Gereja Barat dan Kekaisaran Romawi Suci memuncak dengan Kepausan Avignon (1308 - 1378), dan skisma kepausan (1378-1416), membangkitkan peperangan antara para pangeran, pemberontakan di antara petani, dan keprihatinan yg meluas terhadap rusaknya sistem kebiaraan. Suatu nasionalisme baru juga menantang dunia abad pertengahan yg relatif internasionalis. Salah satu perspektif yg menghancurkan dan radikal pertama muncul dari John Wyclif di Universitas Oxford, kemudian dari Jan Hus di Universitas Praha. Gereja Katolik Roma secara resmi menyimpulkan perdebatan ini di Konsili Konstanz  ( 1414-1418 ). Konklaf mengutuk Jan Hus dihukum mati, padahal ia datang dengan jaminan keamanan. Sementara Wyclif secara anumerta dihukum bakar sebagai seorang penyesat. Konstans mengukuhkan dan memperkuat konsepsi abad pertengahan yg tradisional tentang gereja dan kekaisaran.
Runtuhnya lembaga biara dan skolastisisme di Eropa pada akhir abad pertengahan, yg diperparah oleh Pembuangan ke Babel dari Kepausan Avignon, Skisma Besar, dan kegagalan pembaruan oleh Gerakan Konsiliar, pada abad ke-16 mulai matang perdebatan budaya yg besar mengenai pembaruan keagamaan dan nilai keagamaan yg dasariah. Akhirnya menyebabkan gejolak yg lebih besar ( bahkan revolusi ), karna sistemnya harus disesuaikan, dan kegagalan Gerakan Konsiliar melahirkan Reformasi Protestan di Eropa bagian barat. Gerakan reformasi yg frustrasi merentang dari nominalisme, ibadah modern, hingga humanisme yg terjadi  bersama dengan kekuatan ekonomi, politik dan demografi yg  menyebabkan ketidakpuasan yg kian meningkat terhadap kekayaan dan kekuasaan kaum agam elit, membuat masyarakat semakin peka terhadap kehancuran finansial dan moral dari gereja Renaisans yang sekular.


Sejarah Agama Kristen Protestan
Berawal dari dunia Katholik yang memberikan kekuasaan yang begitu besar kepada Paus ternyata menimbulkan masalah. Terutama dari kalangan raja yg merasa tersaingi khususnya dalam hal kekayaan. Beberapa factor lain seperti factor ekonomi, politik, nasionalisme, paham individualisme Renainsans, dan keperhatinan yang semakin meningkat terhadap penyalahgunaan wewenang gereja, semua itu memang peranan penting terhadap timbulnya perpecahan agama Roma Khatolik. Puncak krisis gereja Khatolik Roma adalah ketika Paus Leo X menganjurkan penjualan surat - surat penebusan dosa secara besar-besaran untuk mengisi kas gereja.
Anjuran Paus Leo X ini ditentang oleh seorang rahib bernama Luther ( 1483 - 1546 M ). Dua tokoh lainnya yaitu Zwingli ( 1484 – 1531 M ), dan Jhon Calvin ( 1509 - 1564 M ) mengikuti Luther untuk menentang gereja dengan mengadakan gerakan yg dikenal dengan “Reformasi”.
Reformasi Protestan adalah gerakan reformasi umat Kristiani Eropa yg menjadikan Protestantisme sebuah cabang tersendiri dalam Agama Kristen pada masa itu. Gerakan ini bermula pada 1517 tatkala Martin Luther mempublikasikan 95 Tesis, dan berakhir pada 1648 dengan Perjanjian Westphalia yg meredakan Perang agama di Eropa.
Reformasi Protestan lahir sebagai sebuah upaya untuk mereformasi Gereja Katolik, diprakarsai oleh umat Katolik Eropa Barat yg menentang hal - hal yg menurut anggapan mereka adalah doktrin palsu dan malapraktik gerejawi  khususnya ajaran dan penjualan indulgensi, serta simoni, jual-beli jabatan rohani yg menurut para reformator merupakan bukti kerusakan system hirarki Gereja, termasuk Sri Paus.
Para pendahulu Martin Luther mencakup John Wycliffe dan Jan Hus, yg mencoba mereformasi Gereja Katolik. Reformasi Protestan berawal pada 31 Oktober 1517, di Wittenberg, Saxonia, tatkala Martin Luther memakukan 95 Tesis mengenai Kuasa dan Efikasi Indulgensi pada daun pintu Gereja Semua Orang Kudus ( berfungsi sebagai papan-pengumuman universitas pada masa itu), tesis tersebut memperdebatkan dan mengkritisi Gereja dan Sri Paus, tetapi berkonsentrasi pada penjualan indulgensi dan kebijakaN doktrinal mengenai Purgatorium, Pengadilan Partikular, Mariologi ( devosi pada Maria, ibunda Yesus ), perantaraan-doa dan devosi pada Orang-Orang Kudus, sebagian besar sakramen, keharusan selibat bagi rohaniwan, termasuk monastisisme, dan otoritas Sri Paus. Reformator-reformator lain, seperti Ulrich Zwingli, segera mengikuti teladan Martin Luther.
Akan tetapi selanjutnya reformator berselisih paham dan memecah-belah pergerakan mereka menurut perbedaan doktrinal — pertama-tama antara Luther dan Zwingli, kemudian antara Luther dan John Calvin — akibatnya terbentuklah denominasi-denominasi Protestan yg berbeda dan saling bersaing, seperti Lutheran, Reformed, Puritan, dan Presbiterian. Sebab, proses, dan akibat reformasi agama berbeda-beda di tempat-tempat lain; Anglikanisme muncul di Inggris dengan Reformasi Inggris, dan banyak denominasi Protestan yg muncul dari denominasi Jerman. Para reformator turut mempercepat laju Kontra Reformasi dari Gereja Katolik. Reformasi Protestan disebut pula Reformasi Jerman atau Revolusi Protestan.
Calvinis adalah nama yang dikenakan pada gereja-gereja penganut ajaran Johannes Calvin, sang Reformator Gereja. Sulit ditentukan dengan pasti kapan awal kemunculan aliran Calvinis ini. Sebab hingga aliran ini diberi nama Calvinis, prosesnya cukup panjang dan rumit pula. Jika kita mengacu pada “pembakuan” ajaran Calvin, tahun 1536 dapat disebut sebagai awal kemunculan aliran Calvinis. Sebab pada tahun tersebut muncul suatu karya besar dari Calvin sendiri yang berjudul Relegious Christianae Institutio, disingkat Institutio. Kitab inilah yang di kemudian hari menjadi ciri dan sekaligus pusat teologi Calvinis. Tetapi jika kita mengacu pada kelembagaan/organisasi, tahun 1559 dapat disebut pula sebagai awal kemunculan aliran Calvinis. Sebab pada tahun tersebut Sidang Sinode pertama para pengikut Calvin diadakan di Perancis. Aliran Calvinis ini pertama kali bertumbuh dan berkembang di Swiss dan Perancis. Tetapi perkembangan pesat aliran ini justru terjadi di Belanda. Perlu dicatat bahwa berbeda dengan Gereja Lutheran, tidak ada satu pun gereja pengikut Calvin yang menamakan dirinya Gereja Calvinis. Pada umumnya mereka menamakan diri Gereja Reformed. Ada pula yang menamakan diri Gereja Presbyterian, dan ada pula yang menamakan diri Gereja Congregational.
Pokok-pokok Penting Ajarannya
- Kedaulatan dan Kemuliaan Allah. Pokok ajaran/teologi Calvin adalah Kedaulatan dan Kemuliaan Allah. Kedaulatan Allah terutama tampak dalam perkara penciptaan dan keselamatan. Sedangkan mengenai Kemuliaan Allah, Calvin menegaskan bahwa Allah menciptakan dunia dan manusia demi untuk kemuliaanNya. Karena itu segala yang terjadi di dunia ini dan segala yang dikerjakan manusia mestinya bertujuan memuliakan Dia.
- Hakikat Gereja. Gereja adalah persekutuan orang-orang yang telah diselamatkan di dalam Yesus telah dibenarkan kendati tetap merupakan manusia berdosa, yang kesemuanya disambut dan diterima manusia melalui iman. Gereja adalah tempat yang bisa ditemukan dimana saja, asalkan di sana Firman atau injil yang murni diberitakan dan sakramen yang murni dilayankan (Baptisan dan Perjamuan Kudus).
- Tata Gereja dan jabatan. Menurut Calvin, di dalam gereja ada empat jabatan, yakni: gembala/pendeta, pengajar, penatua, dan syamas/diaken. Khusus mengenai “pengajar”, jabatan ini mencakup semua fungsionaris gereja yang terlibat dalam tugas pengajaran yang berhubungan dengan iman kristiani, mulai dari guru agama (di sekolah), guru katekisasi, sampai dengan dosen-dosen teologi. Sedangkan mengenai Tata Gereja, gereja-gereja beraliran Calvinis pada umumnya menganut sistem Presbyterial-Synodal. Sistem ini disebut Presbyterial-Synodal oleh karena semua keputusan jemaat diambil pada tingkat presbyterium (majelis para penatua, termasuk pendeta sebagai presbyter yang berkhotbah dan mengajar), sedangkan perkara-perkara yang menyangkut kepentingan seluruh gereja diputuskan pada tingkat sinode, yang dalam hal ini diwakili oleh wakil-wakil presbyterium dari setiap jemaat.
Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 M dengan pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah penganut animisme di wilayah Indonesia bagian Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-orang Belanda, termasuk Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan Kalimantan. Kemudian, Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai Borneo, kaum misionarispun tiba di Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target para misionaris ketika itu, khususnya adalah orang-orang Batak, dimana banyak saat ini yang menjadi pemeluk Protestan.
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara. Sebagai hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota, sebagian besar dari mereka merasa gelisah atas cita-cita politik partai Islam.
Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh, di pulau Sulawesi, 17% penduduknya adalah Protestan, terutama di Tana Toraja dan Sulawesi Tengah. Sekitar 65% penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. dibeberapa wilayah, keseluruhan desa atau kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, seperti Adventist atau Bala Keselamatan, tergantung pada keberhasilan aktivitas para misionaris.
Di Indonesia, terdapat dua provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua dan Sulawesi Utara, dengan 60% dan 64% dari jumlah penduduk.Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh penduduk asli. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa yang berpusat di sekeliling Manado, berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-19. Saat ini, kebanyakan dari penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan. Pada tahun 2006, lima persen dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen Protestan.
Jalan Masuk dan Perkembangannya di Indonesia
Sama seperti aliran Lutheran, aliran Calvinis ini masuk ke Indonesia pertama kali bersamaan dengan datangnya orang-orang Belanda/VOC ke Indonesia pada permulaan abad ke-17. Sebagian besar pegawai VOC adalah orang-orang Kristen Protestan-Calvinis, dan mereka inilah yang pertama kali mendirikan Gereja yang beraliran Calvinis di Indonesia. Di kemudian hari (mulai abad ke-18), aliran gereja ini masuk dengan lebih deras lagi ke Indonesia berbarengan dengan datangnya zending-zending Protestan dari Negeri Belanda. Hasil dari pekerjaan zending-zending ini adalah berdirinya sejumlah besar gereja di Indonesia (khususnya di Indonesia bagian Timur) yang menyatakan diri beraliran Calvinis. Dari segi kuantitas, aliran Calvinis ini memiliki penganut terbesar di antara gereja-gereja di Indonesia. Paling tidak hal ini dapat dilihat dari jumlah gereja anggota PGI. Di antara 68 gereja anggota PGI (sampai dengan 1993), sekurang-kurangnya separuh dari mereka mengaku sebagai Calvinis. Beberapa di antaranya yang dapat dicatat di sini ialah: GPM, GMIM, GMIT, GPIB, GBKP, GKI (Jabar, Jateng, Jatim), GKP, GKJ, GKJW, GKPB, GKS, GMIST, GKST, Gereja Toraja, GTM, GKSS, GEPSULTRA, GMIH.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar